Renungan Minggu Palma – Tahun C – 28 Maret 2010
Bacaan Perarakan: Luk 19,28-40
Yes 50,4-7; Flp 2,6-11; Luk 22,14-23,56
Oleh: Rm. Victor Bani, SVD
Ketika memasuki kota Yerusalem, 2000 tahun yang lalu, dengan menunggangi seekor keledai muda, Yesus disambut bagaikan seorang Raja Agung. Di belakang-Nya berlarian mengikuti Dia begitu banyak orang sambil bersorak-sorai: „Hosana, Putera Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan“. Di samping kanan dan kiri-Nya berjalan menyertai-Nya tidak sedikit orang sambil membawa ranting-ranting daun. Mereka mengelu-elukan Dia sebagai Raja bangsa Yahudi. Dan di depan-Nya berdiri menyambut-Nya para penduduk Yerusalem, tak terbilang jumlahnya, yang menghamparkan pakaian mereka di jalan sebagai ‚karpet merah‘ buat Mesias, Dia yang datang untuk menyelamatkan mereka. Penyambutan yang sungguh-sungguh luar biasa.
Satu minggu kemudian, di tempat yang sama, mereka yang sebelumnya begitu bersemangat menyambut Yesus dan mengagung-agungkan Dia sebagai Raja yang akan membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi, berbalik mencemoohkan Dia sebagai seorang pecundang, penjahat besar dan pengkhianat bangsa. Tidak ada lagi ranting daun tanda sukacita dan hamparan pakaian lambang penghormatan, tidak ada lagi sorai-sorai tanda kemenangan dan kegembiraan. Yang ada hanyalah pukulan, lemparan batu, umpatan, makian dan pandangan sinis penuh penghinaan serta teriakan tidak sabar: „Enyahkanlah Dia, Salibkan Dia“. Dia yang sebelumnya disambut bagaikan Raja, kini diperlakukan tidak lebih dari seorang penjahat keji yang tak berguna. Pujian dan cemoohan datang dan keluar dari mulut yang sama, mulut para penduduk Yerusalem.
2000 tahun sesudah itu, hari ini, kita memperingati kembali peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem dengan mulia. Setiap kali merayakan peristiwa ini, kita diingatkan bukan saja pada penyambutan mereka yang luar biasa tetapi juga pada penghujatan kepada Yesus seminggu kemudian.
Yesus adalah Raja yang diutus Bapa, Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita. Dia datang bukan sebagai Raja Agung, melainkan sebagai manusia biasa dan lemah yang lahir di palungan hina. Semasa hidup dan karya-Nya Dia tidak menganggap diri apalagi berlaku seperti seorang Raja, sebaliknya, Dia melayani semua orang yang datang kepada-Nya layaknya seorang Hamba. Ketika masuk ke Yerusalem, Dia tidak mengendarai kereta kerajaan yang mewah seperti kebiasaan para raja, Dia bahkan menunggang seekor keledai beban. Dan pada saat terakhir hidup-Nya, Dia tidak wafat di tempat tidur empuk, di dalam istana yang megah dan didampingi oleh para bangsawan, semuanya terlalu indah untuk Dia, Dia mengakhiri hidup-Nya dengan wafat di kayu salib, suatu kematian yang hanya pantas dihadiahkan kepada para terbuang. Tetapi Yesus justeru memilih kematian dengan cara seperti itu. Dengan demikian, Dia menghapus segala dosa kita dan memberikan kehidupan kekal kepada kita, para hamba-Nya.
Dialah sesungguhnya Raja sejati. Raja yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan hidup-Nya untuk hamba-hamba-Nya. „Yerusalem, lihatlah Rajamu, Dia datang dengan menunggang seekor keledai muda, sambutlah dan elukanlah Dia!“
Comments
Post a Comment