Renungan Minggu Paskah Kedua – Minggu Kerahiman Ilahi – Tahun C
11 April 2010
Kis 5,12-16; Why 1,9-11a.12-13.17-19; Yoh 20,19-31
Oleh: Rm. Victor Bani, SVD
Injil hari ini berbicara tentang penampakkan Yesus kepada para murid-Nya, khususnya kepada Thomas. Ketika para rasul sedang berkumpul, entah untuk apa, tiba-tiba Yesus menampakkan diri kpd mereka.
Meskipun, seperti penampakkan-penampakkan sebelumnya, awalnya mereka belum yakin, tapi toh pada akhirnya mereka tahu dan lantas percaya, bahwa Dia benar-benar adalah Yesus. Itupun setelah Yesus menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Ketika penampakkan ini diinformasikan kepada Thomas, yg kebetulan waktu itu tidak ada bersama para murid lain, Thomas tidak percaya begitu saja. Tentu ada diantara kita yang akan menyalahkan Thomas, mengapa dia tidak mau percaya. Mengapa dia menolak mentah-mentah: “Sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak percaya”. Ya, kenapa Thomas tidak mau percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh telah bangkit?
Secara manusiawi, saya bisa mengerti situasi Thomas. Sudah tiga tahun lamanya dia mengikuti Yesus dengan setia. Dan selama itu pula dia begitu kagum dengan pribadi dan ajaran-ajaran Yesus. Belum pernah ada orang seperti Yesus, yang begitu mengesankan dia. Malah Thomas yakin bahwa dalam diri Yesus, jaman baru, jaman keselamatan, jaman ratu adil, jaman kerajaan Allah, jaman yang dia dan semua orang Yahudi nanti-nantikan akan terwujud. Segala kegembiraan, segala kebahagiaan, segala pengharapan dan cita-cita Thomas, tertumpu hanya pada Yesus dan janji-janji-Nya. Dia begitu berharap sepenuhnya kepada Yesus.
Akan tetapi, apa yang terjadi? Dalam waktu yang relatif singkat, dalam hitungan hari bahkan, tiba-tiba semuanya berubah. Yesus ditangkap dan Dia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Dia diadili, diteriaki oleh rakyat banyak dan dihukum mati. Dihukum mati dengan cara disalibkan. Menurut ajaran agama Yahudi, mati disalibkan merupakan tanda yang sangat jelas bahwa Yesus telah ditolak, bukan saja oleh seluruh bangsa tetapi juga oleh Allah sendiri. Dengan matinya Yesus, lenyaplah seluruh kegembiraan dan cita-cita Thomas. Dengan wafatnya Yesus, terkuburlah sudah semua pengharapan Thomas. Baginya, tidak ada lagi kepercayaan kepada Yesus. Semuanya telah musnah.
Nah, dalam situasi Thomas seperti ini, yang diliputi oleh kebingungan, frustasi bahkan rasa putus asa yang luar biasa, tiba-tiba muncul isu, muncul desas-desus, bahwa Yesus telah bangkit, bahwa Yesus hidup kembali. Apakah kita mengharapkan bahwa dalam situasi yang demikian, Thomas akan percaya dengan mudah?
Suatu perbandingan kecil: Kalau anda menghadapi begitu banyak kesulitan dalam hidup, mengalami berbagai kesukaran yang tidak bisa anda pikul sendiri, ketika anda merasa bahwa semua usaha anda untuk keluar dari problem anda sepertinya mengalami jalan buntu, coba tanyakan kepada diri anda sendiri, dan jawab dengan jujur, dalam situasi anda seperti itu, berapa banyak dari kita yang tidak mempertanyakan eksistensi Tuhan, berapa banyak dari kita yang masih mau percaya, bahwa Tuhan sungguh-sungguh ada dan Dia pasti menolong kita? Dalam situasi demikian, berapa banyak dari antara kita yang masih mau percaya kepada Tuhan? Pertanyaan yang sama diajukan juga oleh Thomas.
Tentu akan ada begitu banyak pendapat mengenai sikap Thomas, tapi bagi saya pribadi, apa yang diperbuat oleh Thomas, tidak sepenuhnya salah. Mempertanyakan sesuatu, apalagi berhubungan dengan hal-hal yang sangat penting dalam hidup, tidak pernah dilarang. Ketidakbenaran sikap Thomas terletak pada satu hal ini: Thomas yakin bahwa untuk bisa percaya kepada Yesus yang telah bangkit, dia mutlak mempergunakan panca inderanya, untuk dapat percaya, dia harus memegang atau meraba Yesus. Thomas lupa satu hal. Dia lupa bahwa percaya, bahwa iman, tidak punya hubungan dengan panca indra.
Percaya dan iman adalah karunia semata-mata dan cuma-cuma dari Tuhan. Hanya orang yang mau membuka hatinya sepenuhnya kepada Tuhan, hanyak orang yang mau berharap sepenuhnya kepada Tuhan, kepada merekalah iman dan kepercayaan akan dianugerahkan.
Satu hal yang membuat saya kagum kepada Thomas, setelah menyadari bahwa sikapnya tidak tepat, setelah tahu bahwa apa yang dilakukannya itu keliru, dia sungguh-sungguh menyesal dan dihadapan banyak orang dia mengakui semua kekeliruannya dengan mengatakan: “Ya Tuhanku dan Allahku!” Itulah percayanya ala Thomas. Entah itu benar, entah itu salah, semuanya terserah penilaian anda.
Pertanyaan favorit: lantas bagaimana dengan kita? Model kepercayaan mana yang ingin kita ikuti, model kepercayaan mana yang telah kita miliki? Model kepercayaan seperti yang dimiliki oleh para murid yang lain? Ataukah model percaya a la Thomas? Anda bebas memilih. Kepada Thomas Yesus katakan: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”.
Kita semua pantas disebut yang berbahagia, karena meskipun tidak melihat Yesus, namun kita telah memutuskan untuk percaya kepada Dia. Akan tetapi, kita akan jauh lebih berbahagia, seandainya iman dan kepercayaan yang telah kita miliki karena rahmat dan karunia Tuhan itu, bukannya kita simpan dan miliki untuk diri kita sendiri, melainkan kita wartakan dalam kehidupan kita sehari-hari, kita bagikan kepada sesama kita, di tempat dimana kita tinggal, di tempat dimana kita bekerja, kita wartakan semuanya itu, bukan cuma dengan kata-kata kosong, melainkan terlebih dengan perbuatan nyata kita.
Comments
Post a Comment