JAKARTA, KOMPAS.com - Hari raya Lebaran, terutama malam takbiran, tidak bisa dilepaskan dari tradisi permainan kembang api. Tak hanya kembang api berskala besar yang biasa ditampilkan sebagai pertunjukan di pusat-pusat keramaian, namun juga kembang api yang biasa dijual untuk umum semakin meningkat peminatnya menjelang Lebaran.
Tak pelak, situasi ini dimanfaatkan oleh para penjual kembang api musiman. Di pasar Pondok Gede Bekasi misalnya. Menjelang Lebaran kali ini setidaknya ada sekitar 30 penjual kembang api yang berjualan di pasar yang letaknya berbatasan persis dengan kota Jakarta Timur ini.
Mereka umumnya hanya berjualan menjelang hari-hari besar seperti Lebaran dan Tahun Baru, ketika masyarakat mencari-cari kembang api untuk memeriahkan suasana perayaan hari-hari besar tersebut. Sedangkan pada hari-hari biasa, para pedagang musiman tersebut kembali mencari nafkah sesuai dengan pekerjaan yang semula mereka geluti.
Amir (44) misalnya, pria asal Tasikmalaya ini sehari-harinya berjualan stiker dan aksesoris motor di depan di Museum Kesaktian Pancasila, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Namun jelang Lebaran dan tahun baru, dipastikan ia akan berganti profesi menjadi penjual kembang api.
"Untungnya lebih gede mas. Kalau mau Lebaran kayak gini, pasti banyak yang nyari kembang api," ungkapnya saat ditemui di bawah teriknya matahari di kawasan pasar Pondok Gede, Bekasi, Senin (7/9).
Pedagang aneka kembang api dengan berbagai jenis ini mengaku keuntungannya berlipat ganda menjelang datangnya Lebaran. Jika sedang ramai-ramainya, terutama beberapa hari jelang malam takbiran, Amir bisa mengantongi keuntungan bersih mencapai Rp 5 jutaan per hari. "Kadang orang suka belanja borongan. Bisa sampai Rp 400 ribu buat kembang api doang," kata pria beranak satu ini.
Sedangkan pertengahan bulan puasa seperti ini, ia mengaku pendapatannya masih tidak menentu. Kentungan yang didapat per harinya berkisar antara Rp 400 ribu hingga Rp 600 ribu. "Mulai meningkat lagi biasanya seminggu sebelum takbiran," imbuhnya.
Bahkan, menurutnya, hingga pada hari H Lebaran juga biasanya masih banyak warga yang mencari kembang api. Karena itu, pada hari Lebaran, Amir pun masih tetap berjualan. Ia baru berhenti berjualan kembang api sekitar 10 hari setelah Lebaran berakhir ketika peminat kembang api sudah menurun. "Saya baru bisa pulang ke Tasik dan ngerayain Lebaran, kalo orang-orang sudah pada masuk kerja. Soalnya sudah enggak ada lagi yang nyari kembang api," katanya.
Ramainya peminat kembang api ini, tak pelak mengundang puluhan pedagang musiman untuk berjualan. Di pasar Pondok Gede sendiri, menurut Amir, merupakan salah satu sentra pedagangan kembang api yang paling ramai di seantero kota Bekasi.
Profesi serupa ditekuni oleh Roy (36) yang sehari-harinya berdagang jual beli emas di tempat yang sama. Setiap datangnya Lebaran dan Tahun Baru, pria asal Medan ini nyambi berjualan kembang api. Namun karena sifatnya sambilan, jenis kembang api yang dijual oleh Roy tak sebanyak jenis yang dijual oleh Amir. "Pertengahan puasa sekarang, pembeli kembang api kayaknya lebih sepi daripada tahun lalu. Biasanya mulai naik lagi kalau sudah dekat Takbiran," ujarnya.
Dalam sehari, Amir bisa mendapatkan Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per hari. Itu masih belum ditambah keuntungan dari usaha jual beli emas yang juga dilakukannya. "Yah total semuanya sehari rata-rata Rp 400 ribu lah kalau lagi ramai," kata pria yang tinggal di daerah Kalimalang ini.
Banyak yang Cari Petasan
Meski hanya berjualan kembang api, baik Amir maupun Roy, mengaku masih banyak pembeli yang mencari petasan. Meski peredaran kembang api sudah dilarang oleh pemerintah, tapi nampaknya daya tarik petasan masih lebih tinggi dari kembang api bagi sebagian masyarakat. "Kalau saya sudah enggak jualan petasan. Takut resiko ada razia. Tapi memang yang nyari masih banyak. Biasanya anak muda tanggung," kata Amir.
Di pasar Pondok Gede sendiri, kata Amir, sudah tidak ada lagi yang berjualan kembang api. "Dulu disini banyak yang jualan petasan. Tapi semenjak dilarang udah enggak ada lagi yang jualan. Kapok, dulu pernah ada yang ditangkepin Satpol PP gara-gara masih jualan petasan. Padahal jualannya juga ngumpet-ngumpet," terang Amir.
Kini semua pedagang di pasar yang sempat mengalami kebakaran sekitar tahun 2000 itu hanya berjualan kembang api. Beragam jenis dan variasi kembang api bisa didapatkan di pasar tersebut. Mulai dari kembang api untuk anak-anak dengan harga termurah Rp 5000. Hingga kembang api mainan orang dewasa yang mencapai harga Rp 200.000 per kotaknya.
Modelnya pun bermacam-macam, mulai dari kembang api pretekan yang biasa dimainkan anak-anak, kembang api air mancur, sampai kembang api bola-bola besar yang biasa ditembakkan ke udara mirip seperti kembang api dalam atraksi pertunjukan.
Budaya Betawi
Permainan kembang api seringkali diidentikan dengan tradisi di kalangan masyarakat Betawi. Baik Amir maupun Roy tak memungkiri, minat masyarakat terhadap permainan cahaya ini juga dipengaruhi kultur masyarakat Betawi yang biasa menggunakan kembang api untuk memeriahkan hari raya. "Kalau dulu, orang Betawi biasanya main petasan tiap ada keriaan. Tapi sejak petasan dilarang, ya mereka beralih ke mainan kembang api ini," kata dia.
Tradisi permainan petasan yang mulai beralih ke kembang api ini pada akhirnya mulai meningkatkan penjualan kembang api. Peminatnya pun beragam mulai dari anak-anak hingga orang tua. "Orang tua kan suka beliin oleh-oleh kembang api buat anaknya. Apalagi anak muda yang paling senang main petasan, sekarang pasti yang dicari kembang api," tutur Amir.
Tradisi bermain kembang api nampaknya akan selalu semarak jelang datangnya hari raya. Permainan cahaya yang konon sudah berlangsung berabad-abad lalu ini masih akan selalu menjadi pilihan hiburan bagi masyarakat di berbagai kalangan.
Comments
Post a Comment