(2Ptr 1:16-19; Mrk 9:2-10)
“Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus: “Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.” Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorang pun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri. Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati.” (Mrk 9:2-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta ‘Yesus Menampakkan KemuliaanNya” hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Ketika orang sedang dalam ‘penghiburan atau kegembiraan’ pada umumnya mudah menjanjikan sesuatu kepada orang lain. Begitulah yang terjadi dalam diri Petrus, Yakobus dan Yohanes ketika mereka menyaksikan dan mengalami ‘Yesus menampakkan kemuliaanNya’ kemudian berkata: “Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia”. Dan Yesus pun minta agar mereka jangan mengatakan semuanya itu kepada orang lain sebelum Ia “bangkit dari antara orang mati’. Kisah ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi kita. Kita adalah orang yang lemah dan rapuh, maka hendaknya tidak ‘ngumbar janji’ atau menyebarkan janji dengan mudah kepada siapapun; melainkan cukuplah janji itu kita ketahui bersama dengan mereka yang telah menerima janji kita. Tentu saja kemudian kita harus dengan bekerja keras dan rendah hati berusaha untuk mewujudkan janji tersebut. Seperti Petrus yang berjanji kepada Yesus, ketika Yesus telah bangkit dari mati ia diangkat untuk menjadi pemimpin Umat Allah, biarlah demikian juga yang akan terjadi di dalam diri kita. Pada umumnya yang mudah berjanji adalah generasi muda, maka kepada rekan-rekan generasi muda atau muda-mudi kami harapkan wujudkan janji anda dengan kerja keras dan rendah hati dan biarkanlah nanti pada waktunya anda akan mengambil alih peran dan fungsi para pendahulu atau generasi tua. Dengan kata lain kepada rekan muda-mudi yang pada umumnya dalam keadaan bebas, ceria dan gembira serta bergairah, kami harapkan melaksanakan atau menghayati apa yang menjadi panggilan atau tugas pengutusan pada saat ini sebaik mungkin atau seoptimal mungkin. Kepada mereka yang sedang belajar, hendaknya belajar dengan keras dan sebaik mungkin dengan gembira, gairah dan semangat tinggi. ·
“Kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya”(2Ptr 1:16). Kesaksian Petrus ini hendaknya dapat menjadi pedoman atau acuan hidup kita. Marilah kita tidak menyebarkan atau mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia alias kebohongan-kebohongan atau kepalsuan-kepalsuan. Tentu saja dari pihak kita sendiri juga tidak membuat atau menciptakan dongeng-dongeng isapan jempol. Hendaknya kebenaran-kebenaran atau kenyataan-kenyataan yang kita sebarluaskan atau ikuti. “Kami adalah saki mata dari kebesaranNya”, demikian kata Petrus. Kebesaran Tuhan pada masa kin antara lain dapat kita saksikan dalam ciptaan-ciptaanNya yang tumbuh berkembang sesuai dengan kehendakNya, entah dalam tumbuh-tumbuhan, binatang maupun manusia. Ciptaan Tuhan yang tumbuh berkembang sesuai dengan kehendakNya pada umumnya baik, indah, mulia, luhur, dan memikat atau menarik, sehingga orang beriman akan memuji dan memuliakan ciptaan tersebut maupun Tuhan yang menganugerahi pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh misalnya manusia, entah yang tampan atau cantik: hendaknya ketika menyaksikan pemuda tampan atau pemudi cantik kita lebih memuji dan memuliakannya bukan menguasainya. Sebaliknya mereka yang dianugerahi ketampanan atau kecantikan kami harapkan juga tidak menjadi sombong atau memamerkan ketampanan dan kecantikannya kepada orang lain dengan mudah, sehingga merangsang orang lain untuk berbuat dosa.
“TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi. Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya” (Mzm 97:1-2.5-6).
Jakarta, 6 Agustus 2009
Romo Ignatius Sumarya, SJ.
Comments
Post a Comment