Renungan Minggu – Hari Minggu Biasa IV – Tahun C – 31 Januari 2010
Yer 1,4-5. 17-19; 1 Kor 12,31-13,13; Luk 4,21-30
Oleh: Rm. Victor Bani, SVD
Bila kita melihat kembali perjalanan hidup Yesus sejak dilahirkan hingga wafat-Nya di kayu salib, terutama pada tiga tahun terakhir hidup-Nya, saat Dia berkeliling untuk mengajar, untuk mewartakan Injil dan untuk menyembuhkan penyakit orang banyak yang datang kepada-Nya, bisa dikatakan bahwa Yesus adalah salah seorang tokoh yang semasa hidup-Nya bukan saja dicintai, dicari-cari, dikagumi dan diidolakan, tetapi sekaligus ‚dibenci‘ dan tidak disukai oleh banyak orang. Ada banyak contoh dalam keempat Injil yang bisa kita jadikan sebagai bukti. Saya sebutkan dua diantaranya:
Yang pertama: Kelahiran Yesus di Betlehem bukan saja mendatangkan kegembiraan dan sukacita bagi kedua orang tua-Nya, Maria dan Yusuf, bagi para Malaikat, para Gembala dan orang-orang Majus dari Timur bahkan seluruh dunia, tetapi juga membawa ketakutan, kecemasan dan kegelisahan bagi Herodes dan pengikut-pengikut-Nya.
Yang kedua: Penampilan Yesus di depan umum untuk mewartakan kabar gembira Kerajaan Allah selain disambut dengan penuh antusias oleh orang-orang kecil, mereka yang miskin, mereka yang sakit, mereka yang terpinggirkan dan mereka yang tidak pernah diperhatikan dalam masyarakat dan lain sebagainya, tetapi juga mendatangkan cibiran, cemoohan, umpatan dan caci maki dari orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, para imam dan pemuka orang-orang Yahudi.
Melihat kenyataan ini, pertanyaan yang spontan muncul: Mengapa Yesus begitu dicintai dan ‚dibenci‘ oleh orang-orang sebangsa-Nya pada waktu itu? Kenapa Dia sangat disayangi dan dikagumi tetapi juga begitu tidak disukai dan dikucilkan oleh orang-orang sebangsa-Nya, bahkan ditolak oleh orang-orang sekampung-Nya?
Mungkin jawaban ini bisa sedikit memberi penjelasan. Yesus dicintai dan sekaligus dibenci justeru karena perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan-Nya. Aneh kan? Dia sukai karena banyak berbuat baik semasa hidup-Nya, tapi juga dibenci justeru karena perbuatan-perbuatan baik-Nya tersebut.
Jawaban lain atas pertanyaan di atas, bisa ditemukan juga dalam bacaan Injil hari ini. Ketika Yesus katakan bahwa apa yang dinubuatkan oleh para Nabi dalam Kitab Suci, yang baru saja didengar oleh orang-orang sekampung-Nya, telah terpenuhi dengan kedatangan-Nya, mereka sungguh-sungguh kecewa.
Ada dua hal yang membuat mereka kecewa dan lantas menolak Dia. Yang pertama: karena mereka mengenal siapa Yesus. „Bukankah Dia ini anak Yusuf, si Tukang Kayu?“ Mereka mengenal siapa orang tua-Nya. Mereka tahu apa pekerjaan-Nya, siapa saudara dan saudari-Nya, apa latar belakang Dia dan bagaimana status sosial-Nya. Alasan kedua: karena Yesus tidak mengadakan mukjizat atau tanda heran di kampung halaman-Nya. „Seandainya Dia adalah seorang Nabi Besar yang mengadakan tanda heran di Kaparnaum dan dimana-mana, mengapa Dia tidak mau melakukan di tempat asal-Nya sendiri?“ Yesus ditolak karena mereka hanya mau menerima pribadi Yesus yang sesuai selera mereka, Yesus yang sensasional. Yesus yang bisa membuat ‚tanda heran‘, Yesus yang bisa ‚main sulap‘. Yesus sebagai pribadi yang membawa penentuan bagi hidup mereka, itu tidak mereka butuhkan.
Meskipun ditolak oleh orang-orang sekampung-Nya sendiri,Yesus tidak menyesal. Tidak ada nabi yang dihormati di kampung halamannya sendiri. Karena itu, Ia berbalik kepada bangsa-bangsa lain.
Dalam kehidupan beragama dan bergereja dewasa inipun, orang masih merindukan Yesus yang bisa membuat tanda heran. Lihat saja cerita-cerita mengenai penampakan-penampakan Yesus yang sensasional di banyak tempat. Ribuan orang berduyun-duyun ke sana. Padahal, tiap saat Ia hadir di dalam Perayaan Ekaristi, dalam Firman-Nya dan dalam persekutuan umat. Namun, kehadiran Yesus dalam tiga moment di atas tidak pernah ditanggapi secara sensasional. Apakah Yesus juga akan berpaling kepada yang lainnya???
Comments
Post a Comment