M Guntur Romli, pemandu acara "Kongkow Bareng Gus Dur" di Kantor Berita Radio 68H, mengenang Abdurrahman Wahid sebagai sosok yang konsisten bersikap. Gus Dur berani melawan arus demi mempertahankan sikapnya.
"Dia dulu adalah salah satu yang menolak pembredelan tabloid Monitor," kata Guntur. Monitor adalah tabloid yang dibredel Orde Baru karena dinilai menistakan Nabi Muhammad. "Dia berpendapat, pembredelan hanya bisa dilakukan pengadilan," ujar Guntur saat ditelepon VIVAnews, Rabu 30 Desember 2009.
Gus Dur pula yang kembali membolehkan perayaan Tahun Baru China yang dilarang di masa Orde Baru. Dia juga mengakui Konghuchu sebagai salah satu agama yang berkembang di Indonesia.
"Beliau sangat konsisten dalam masalah pluralisme," ujar Guntur. Dan karena itu pula, Guntur bergabung dalam barisan Gus Dur yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Guntur sendiri punya kenangan pribadi tentang Gus Dur. "Setiap Sabtu, saya menemani beliau," ujar Guntur. Padahal, ujar Guntur, Gus Dur sudah sakit parah bertahun-tahun. Jadi, "kadang kalau kongkow itu sampai membawa selang infus." Namun Gus Dur selalu bersemangat setiap mengikuti acara yang direlay ke seluruh Indonesia itu.
***
Gus Dur dilahirkan di Jombang, 4 Agustus 1940, meski ada versi lain yang menyebutnya lahir 7 September 1940. Ayahnya, KH Wahid Hasyim adalah anak pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asy'ari. Ibunya, Hj Sholehah juga merupakan keturunan tokoh besar NU, KH Bisri Sansuri.
Saat sekolah di Mesir, Gus Dur melangsungkan 'pernikahan jarak jauh' dengan Siti Nuriah. Pasangan ini dikaruniai empat orang putri: Alissa Munawarah, Arifah atau Yenny Wahid, Chayatunnufus, dan Inayah.
Setelah mencicipi sejumlah universitas di Timur Tengah dan Eropa, pada 1971 dia kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy'ari. Di universitas kota kelahirannya itu, Gus Dur mengajar teologi dan beberapa ilmu agama. Berbarengan dengan itu, nama Gus Dur mulai dikenal orang melalui tulisannya di berbagai surat kabar, majalah, dan jurnal.
Tahun 1984, ia terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Muktamar 1984 di Situbondo -- justru ketika NU ditetapkan kembali pada khittah 1926. Dengan khittah itulah hubungan NU dengan pemerintah Orde Baru yang semula tegang menjadi cair. Melalui peran Gus Dur pula NU menjadi ormas Islam pertama yang menerima pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meskipun kemudian hubungan Gus Dur dengan pemerintah kembali merenggang karena sikap kritisnya terhadap pemerintahan Soeharto, posisinya sebagai Ketua Umum PBNU tetap dapat dipertahankannya selama dua kali muktamar berturut-turut, yaitu pada tahun 1989 dan 1994.
Oleh sebagian orang, gagasan-gagasan dan tindakan Gus Dur kerap dipandang sebagai ide kontroversial dan mengejutkan, tak jarang pula melawan arus. Sekali waktu, Gus Dur menggagas untuk mengganti salam assalamu'alaikum dengan selamat pagi -- gagasan yang kontan mendatangkan sergahan dari umat Islam.
Pada lain waktu, Gus Dur mengejutkan banyak orang melalui kunjungannya ke Israel pada tahun 1994, justru ketika masyarakat banyak menyoroti kelicikan negeri tersebut terhadap nasib rakyat Palestina. Bahkan, sepulangnya dari sana Gus Dur menyarankan agar pemerintah membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Belakangan, Gus Dur seolah memantapkan gelarnya sebagai tokoh kontroversial ketika ia justru beberapa kali menyambangi Soeharto setelah penguasa Orde Baru itu lengser. Kontroversi lainnya, ia dicalonkan sebagai presiden bukan oleh PKB yang dideklarasikannya, tapi justru oleh beberapa partai Poros Tengah.
Sebagai Presiden, Gus Dur menghapus beberapa pos kementerian termasuk Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Dari Gus Dur pula, keluar komentar DPR tak ubahnya taman kanak-kanak. Akhirnya, Abdurrahman Wahid pun lengser sebagai presiden secara kontroversial, di tengah jalan digantikan Megawati Soekarnoputri akibat didorong oleh kalangan luas di parlemen.
Namun sikap berani melawan arus dan kontroversial tetap muncul meski sudah tak aktif langsung di dunia politik. Saat Pemilu 2009, Gus Dur justru mengimbau pengikutnya untuk tidak memilih Partai Kebangkitan Bangsa yang didirikannya. Dan terakhir, Gus Dur turut mendukung Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah dengan mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Dia dulu adalah salah satu yang menolak pembredelan tabloid Monitor," kata Guntur. Monitor adalah tabloid yang dibredel Orde Baru karena dinilai menistakan Nabi Muhammad. "Dia berpendapat, pembredelan hanya bisa dilakukan pengadilan," ujar Guntur saat ditelepon VIVAnews, Rabu 30 Desember 2009.
Gus Dur pula yang kembali membolehkan perayaan Tahun Baru China yang dilarang di masa Orde Baru. Dia juga mengakui Konghuchu sebagai salah satu agama yang berkembang di Indonesia.
"Beliau sangat konsisten dalam masalah pluralisme," ujar Guntur. Dan karena itu pula, Guntur bergabung dalam barisan Gus Dur yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Guntur sendiri punya kenangan pribadi tentang Gus Dur. "Setiap Sabtu, saya menemani beliau," ujar Guntur. Padahal, ujar Guntur, Gus Dur sudah sakit parah bertahun-tahun. Jadi, "kadang kalau kongkow itu sampai membawa selang infus." Namun Gus Dur selalu bersemangat setiap mengikuti acara yang direlay ke seluruh Indonesia itu.
***
Gus Dur dilahirkan di Jombang, 4 Agustus 1940, meski ada versi lain yang menyebutnya lahir 7 September 1940. Ayahnya, KH Wahid Hasyim adalah anak pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asy'ari. Ibunya, Hj Sholehah juga merupakan keturunan tokoh besar NU, KH Bisri Sansuri.
Saat sekolah di Mesir, Gus Dur melangsungkan 'pernikahan jarak jauh' dengan Siti Nuriah. Pasangan ini dikaruniai empat orang putri: Alissa Munawarah, Arifah atau Yenny Wahid, Chayatunnufus, dan Inayah.
Setelah mencicipi sejumlah universitas di Timur Tengah dan Eropa, pada 1971 dia kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy'ari. Di universitas kota kelahirannya itu, Gus Dur mengajar teologi dan beberapa ilmu agama. Berbarengan dengan itu, nama Gus Dur mulai dikenal orang melalui tulisannya di berbagai surat kabar, majalah, dan jurnal.
Tahun 1984, ia terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Muktamar 1984 di Situbondo -- justru ketika NU ditetapkan kembali pada khittah 1926. Dengan khittah itulah hubungan NU dengan pemerintah Orde Baru yang semula tegang menjadi cair. Melalui peran Gus Dur pula NU menjadi ormas Islam pertama yang menerima pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meskipun kemudian hubungan Gus Dur dengan pemerintah kembali merenggang karena sikap kritisnya terhadap pemerintahan Soeharto, posisinya sebagai Ketua Umum PBNU tetap dapat dipertahankannya selama dua kali muktamar berturut-turut, yaitu pada tahun 1989 dan 1994.
Oleh sebagian orang, gagasan-gagasan dan tindakan Gus Dur kerap dipandang sebagai ide kontroversial dan mengejutkan, tak jarang pula melawan arus. Sekali waktu, Gus Dur menggagas untuk mengganti salam assalamu'alaikum dengan selamat pagi -- gagasan yang kontan mendatangkan sergahan dari umat Islam.
Pada lain waktu, Gus Dur mengejutkan banyak orang melalui kunjungannya ke Israel pada tahun 1994, justru ketika masyarakat banyak menyoroti kelicikan negeri tersebut terhadap nasib rakyat Palestina. Bahkan, sepulangnya dari sana Gus Dur menyarankan agar pemerintah membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Belakangan, Gus Dur seolah memantapkan gelarnya sebagai tokoh kontroversial ketika ia justru beberapa kali menyambangi Soeharto setelah penguasa Orde Baru itu lengser. Kontroversi lainnya, ia dicalonkan sebagai presiden bukan oleh PKB yang dideklarasikannya, tapi justru oleh beberapa partai Poros Tengah.
Sebagai Presiden, Gus Dur menghapus beberapa pos kementerian termasuk Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Dari Gus Dur pula, keluar komentar DPR tak ubahnya taman kanak-kanak. Akhirnya, Abdurrahman Wahid pun lengser sebagai presiden secara kontroversial, di tengah jalan digantikan Megawati Soekarnoputri akibat didorong oleh kalangan luas di parlemen.
Namun sikap berani melawan arus dan kontroversial tetap muncul meski sudah tak aktif langsung di dunia politik. Saat Pemilu 2009, Gus Dur justru mengimbau pengikutnya untuk tidak memilih Partai Kebangkitan Bangsa yang didirikannya. Dan terakhir, Gus Dur turut mendukung Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah dengan mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi.
Comments
Post a Comment