Mendekati waktu pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar (PG), setidaknya 5 tantangan yang harus dijawab. Hal ini sangat penting agar Munas atau Musda tidak diposisikan 'sekedar' upacara mengganti Kepengurusan.
"Setidaknya ada 5 tantangan oleh PG untuk membangkitkan kembali marwah PG. Sehingga Munas merupakan momen untuk untuk memperlihatkan adanya respon dan upaya strategis menghadapi Pemilu 2014," kata Calon Ketua Umum Golkar Ferry Mursyidan Baldan kepada detikcom, Senin (10/8/2009).
Menurut kader muda Golkar ini, tantangan tersebut adalah, Pertama, mengembangkan PG menjadi Partai yang menjadi 'rumah politik bagi semua' dan meninggalkan pandangan faksionalisme. Karena sejatinya kekuatan PG adalah miniatur konstelasi kebangsaan yang ada.
"Sehingga jika mendapat peran kenegaraan maka kader PG dapat menjaga harmoni dalam keragaman bangsa. Kedua, mengembangkan dan memperkokoh kaderisasi partai, dengan mengembangkan program yang tidak semata berupa pelatihan, tapi lebih pada membangun sistem pendelegasian yang terukur dalam mengemban misi Partai," jelas Ferry.
Selain itu, lanjut Ferry, perlu ada semacam penegasan bahwa mengemban misi partai tidak semata pada kader yang ada di kekuasaan, tetapi melaksanakan program sosial kemasyarakatan adalah juga proses kaderisasi. Karena, selain merupakan hal yang menguatkan makna peran kader di kekuasaan (fungsi agregasi), juga mengokohkan sikap peduli PG terhadap masyarakat, bukan dekat ketika menjelang pemilu saja.
"Ketiga, Membangun Militansi dan semangat berpartai yang kuat. Sebagai partai yang relatif sudah lama eksis, secara tidak langsung, PG memiliki kewajiban moral untuk menunjukkan bagaimana seharusnya sikap mental orang partai, yang tidak menimbulkan sikap ketidakpercayaan masyarakat kepada politisi," paparnya.
Selain itu, perlu dikembangkan sikap militansi dan semangat berpartai yang merupakan hal mendasar untuk mendapatkan trust dari masyarakat. Karena sejatinya hal ini adalah modal dasar yang menjadikan partai dan politisi tidak menjadi 'terasing' dengan harapan masyarakatnya.
"Jika sikap ini tidak dikembangkan, maka partai akan semata menjadi tools untuk sekedar berkuasa, sehingga partai sebagai aset bangsa dan pilar demokrasi menjadi sekedar slogan semata. Hal ini akan berakibat semakin tipisnya kepercayaan kepada partai," jelasnya.
Keempat, lanjut Ferry, mengembangkan tradisi berprestasi dalam pengelolaan partai, sehingga timbul semangat untuk memajukan partai. Hal ini harus dilakukan sebagai penghormatan terhadap mandat atau amanah masyarakat yang diberikan dalam pemilu.
"Mulai Munas dan Musda 2014, maka prestasi politik pengurus PG pada pemilu menjadi dasar pemberian hak-haknya dalam mekanisme internal PG. Hal ini bisa dimulai dengan adanya 'voting right' yang diberikan secara berbeda berdasar prosentase raihan suara pemilu," paparnya.
Ferry lalu mencontohkan, pada Munas atau Musda pada 2014, maka DPD yang meraih sampai dengan 10% mempunyai 1 hak suara, 10% sampai dengan 20% mempunyai 2 hak suara, 20 sampai dengan 30% memiliki 3 hak suara, demikian seterusnya. Hal ini bisa dilakukan secara berjenjang sampai ke tingkat Pengurus Desa/Kelurahan.
"Dengan demikian akan ada keadilan, tumbuh semangat berprestasi dan ini menjadi 'in-line' dengan mandat rakyat," paparnya.
Kelima, kata Ferry, hal yang harus dikembangkan PG sebagai Partai terbuka adalah memahami hak politik yang dimiliki sebagai partai. Misal, dalam proses pengajuan caleg untuk Pemilu 2014, PG harus mulai mengembangkan sisitem yang terbuka, yakni dengan melakukan proses 'talent scout' kepada orang-orang pintar negeri ini yang menurut PG layak diusulkan untuk memperkuat Parlemen.
"Hal ini dapat dijadikan dasar untuk menegaskan PG sebagai partai yang terbuka, sekaligus sumbangsih PG bagi kemajuan negara. Sebagai langkah awal, untuk level DPR kisarannya sekitar 30% dari caleg yang diajukan. Untuk DPRD bisa dimulai dengan angka 10%, misalnya. Pada gilirannya, hal ini akan menegaskan bahwa PG adalah bagian dari masyarakat," pungkasnya.
Comments
Post a Comment