Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2012

Butuh-waktu . . .

Kata orang, biji sesawi itu bentuknya kecil. Diameternya kurang lebih 1 milimeter. Lebih kecil dari banyak biji lainnya. Bahkan mungkin yang paling kecil dari segala jenis benih yang ada di muka bumi. Akan tetapi, biarpun kecil, bila ditaburkan, ia akan tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran lainnya. Lebih dari itu, setelah ditanam, dari biji yang kecil itu akan tumbuh cabang-cabang yang besar sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya. Cerita tentang biji sesawi ini mengingatkan saya akan kata-kata salah seorang misionaris Belanda yang pernah bekerja di tempat lahir saya, Pulau Timor, beberapa puluh tahun lalu.  Ketika itu saya bertanya, mengapa dia mau meninggalkan tanah airnya, berlayar begitu jauh untuk mewartakan Injil, padahal belum tentu pewartaannya menghasilkan pertobatan. Jawabannya cukup menenangkan: ”Bekerja di sini jangan harap akan melihat hasil kerjamu. Butuh waktu 100 tahun untuk melihat hasil kerja sekarang.” K

Harga Sebuah Penyesalan

Sepasang suami-istri yg sudah dikaruniai,seorang anak berumur 1 thn hidup dgn bahagia. Mereka memelihara seekor anjing yg begitu setia. Sejak dari pacaran sampai sdh dikaruniai anak, anjing ini telah menjadi bagian dalam hidup mereka. Sebagai teman bermain, penjaga sekaligus pelindung keluarga. Merekapun sangat menyayangi dan mempercayai anjing ini. Suatu saat kedua suami istri ini keluar rumah dan maninggalkan anak mrk bersama anjing peliharaannya. Namun mrk lupa memberi makan anjing tsb. Saat mrk pulang, dikejutkan dgn tetesan2 darah yg berserahkan dilantai. Kaget, takut, khawatir bercampur aduk dlm benak mrk lsg berlari menuju kamar. Di depan pintu kamar, duduk anjing peliharaan itu dgn mulut yng masih meneteskan darah segar. Histeris, kedua suami-istri berteriak. Si istri terduduk lemas dgn isak tangis, sedangkan sang suami langsung mengambil kursi yg ada diruangan, dan menghantamkanya bertubi-tubi kekepala anjing tsb. Si anjing seolah pasrah meneri

Hidup Untuk Memberi

Disuatu sore hari pada saat aku pulang kantor dengan mengendarai sepeda motor, aku disuguhkan suatu drama kecil yang sangat menarik, seorang anak kecil berumur lebih kurang sepuluh tahun dengan sangat sigapnya menyalip disela-sela kepadatan kendaraan disebuah lampu merah perempatan jalan di Jakarta . Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya sepeda berwarna biru muda, sambil membagikan bungkusan tersebut ,ia menyapa akrab setiap orang, dari Tukang koran , Penyapu jalan, Tuna wisma sampai Pak polisi. Pemandangan ini membuatku tertarik, pikiran ku langsung melayang membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia berjualan ? “kalau dia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi langganan tetapnya atau…??, untuk membunuh rasa penasaran ku, aku pun membuntuti si anak kecil tersebut sampai disebrang jalan , setelah itu aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang. De, “boleh kakak bertanya